Perang Romawi Dan Persia

Perbedaan kucing anggora dan persia

Anggora dan persia merupakan dua ras kucing yang berbeda. Maka dari itu, mereka pun memiliki penampilan fisik, sifat, dan perawatan yang berbeda.

Dengan mengetahui perbedaan di antara keduanya, Anda akan lebih mudah memilih jenis kucing yang paling cocok dengan karakter hewan peliharaan idaman Anda.

Berikut adalah beda antara kucing anggora dan persia yang bisa Anda jadikan pertimbangan sebelum memeliharanya.

Perang Romawi–Sasaniyah

Konflik berlanjut tidak lama setelah penggulingan kekuasaan Parthia dan pendirian Kekaisaran Sassaniyah oleh Ardashir I. Ardashir menggempur Mesopotamia dan Suriah pada 230 M lalu menuntut penyerahan seluruh wilayah bekas kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah.[32][33][34] Setelah perundingan yang tanpa hasil, Alexander Severus menyerang Ardashir pada 232 M dan berhasil memukul mundurnya.[35][36][37] Pada 238–240 M, menjelang akhir masakekuasaannya, Ardashir menyerang lagi, menaklukkan beberapa kota di Suriah dan Mesopotamia, termasuk Carrhae dan Nisibis.[38][39] Peperangan terus berlanjut dan semakin keras di bawah penerus Ardashir, Shapur I, yang menginvasi Mesopotamia. Pasukannya dikalahkan pada Pertempuran Resaen pada 243 M sehingga Romawi dapat merebut kembali Carrhae dan Nisibis.[40] terdorong oleh kemenangan ini, kaisar Romawi Gordianus III bergerak menuju Efrat namun malah dipukul mundur di dekat Ktesiphon dalam Pertempuran Misiche pada 244 M.[40][41][42][43]

Pada awal 250-an M, kaisar Philippus si Arab terlibat dalam perebutan kekuasaan atas Armenia. Shapur membunuh raja Armenia dan akibatnya perang melawan Romawi kembali terjadi. Shapur mengalahkan Romawi pada Pertempuran Barbalissos, dan kemudian barangkali dia menaklukkan dan menjarah Antiokia.[40][44] Antara 258 dan 260 M, Shapur menangkap kaisar Valerianus I setelah mengalahkan pasukan Romawi pada Pertempuran Edessa. Shapur lalu bergerak ke Anatolia, tetapi dia dikalahkan oleh pasukan Romawi di sana, selain itu dia juga diserang oleh Odaenathus dari Palmyra sehingga pasukan Persia terpaksa harus mundur dari wilayah kekuasaan Romawi.[45][46][47][48]

Kaisar Carus melancarkan invasi yang sukses terhadap Persia pada 283 M. Dia menjarah Ktesiphon, ibu kota Sassaniyah. Ini adalah kali ketiga Ktesiphon dijarah. Romawi bisa saja meneruskan penaklukan mereka namun Carus keburu meninggal pada bulan Desember pada tahun tersebut.[49][50][51][52] Setelah perjanjian damai yang singkat pada masa pemerintahan Diocletianus, Persia kembali menyulut permusuhan ketika mereka menginvasi Armenia dan mengalahkan pasukan Romawi di dekat Carrhae pada 296 atau 297 SM.[53][54] Namun, Galerius manghancurkan pasukan Persia dalam Pertempuran Satala pada 298. Dia berhasil menguasai baitulmal dan harem kerajaan. Tindakan ini sangat memalukan bagi pihak Persia. Perjanjian damai yang disepakati berikutnya membuat Romawi memperoleh daerah yang terbentang antara Tigris dan Greater Zab. Ini adalah kemenangan Romawi paling telak selama puluhan tahun, karena Romawi berhasil menguasai kembali seluruh wilayah mereka yang pernah hilang, ditambah dengan seluruh wilayah yang diperebutkan, serta seluruh wilayah Armenia.[55][56][57][58]

Perdamaian pada 299 M berlangsung sampai pertengahan 330-an M, ketika Shapur II memulai serangkaian serangan terhadap Romawi. Meskipun memperoleh beberapa kemenangan dalam pertempuran, kampanyenya tidak memberikan pengaruh jangka panjang: tiga pengepungan Persia atas Nisibis berhasil dipukul mundur, dan meskipun Shapur sempat menaklukkan Amida dan Singara, kedua kota itu dengan cepat direbut kembali oleh Romawi.[53] Shapur sibuk memerangi serangan kaum nomad terhadap Persia pada 350-an M sehingga tidak mengurusi Romawi, tetapi setelah itu dia melancarkan kampanye baru lagi pada 359 Ma dan lagi-lagi menaklukkan Amida. Tindakan ini memicu serangan balasan oleh kaisar Romaw, Julianus, yang menyusuri Efrat sampai ke Ktesiphon.[59] Julianus memenangkan Pertempuran Ktesiphon namun tidak dapat merebut ibu kota Persia itu dan mundur sampai ke Tigris. Diserang ole Persia, Julianus terbunuh dalam sebuah pertempuran kecil. Dengan terjebaknya pasukan Romawi di pesisir barat Efrat, penerus Julianus, Jovianus menyepakati perjanjian dengan Persia. Dia menyerahkan beberapa wilayah dengan syarat pasukan Romawi diizinkan keluar dari wilayah Sassaniyah dengan selamat. Romawi menyerahkan wilayah kekuasaan mereka di sebelah timur Tigris, selain juga Nisibis dan Singara. Setelah itu Shapur dengan cepat menaklukkan Armenia.[60] Pada 384 atau 387 M, perjanjian damai disepakati oleh Shapur III dan Theodosius I, yang membagi Armenia menjadi dua, masing-masing untuk Romawi dan Persia. Sementara itu, wilayah utara Romawi diserang oleh suku Hun, Alan, dan Jermanik, sedangkan wiayah utara Persia terancam pertama oleh suku Hun dan kemudian oleh orang-orang Heftalit. Karena kedua kekaisaran menghadapi ancaman masing-masing, akhirnya keduanya tidak saling menyerang selama beberapa waktu. Periode damai ini hanya diselingi oleh dua perang singkat, yang pertama pada 421–422 M dan yang kedua pada 440 M.[61][62][63]

Bulu kucing anggora dan persia

Meski sama-sama berbulu panjang, jika dilihat dari dekat, kucing persia memiliki bulu yang lebih lebat dibandingkan dengan kucing anggora.

Bulu kucing persia tumbuh lebat secara merata dari wajah hingga ekornya. Sementara itu, bulu pada bagian wajah kucing anggora terlihat lebih tipis jika dibandingkan dengan ekornya.

Dengan bulu yang lebih tebal, Anda harus lebih sering menyisir rambut kucing persia supaya tidak kusut dan rontok sehingga membentuk hairball.

Justinianus vs. Khosrau I

Persia melanggar "Kesepakatan Perdamaian Abadi" pada 540 M, kemungkinan sebagai tanggapan akibat penaklukan ulang Romawi di banyak bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat, yang ikut dibantu dengan berhentinya perang di Timur. Khosrau I menginvasi dan meluluhlantakkan Suriah, merampas sejumlah besar uang dari kota-kota di Suriah dan Mesopotamia, dan secara sistematis menjarah kota-kota lainnya termasuk Antiokhia, yang penduduknya dikirim ke wilayah Persia.[89][90] Belisarius, dipanggil dari kampanye di Barat untuk menghadapi ancaman Persia, melancarkan kampanye terhadap Nisibis pada 541 M yang berakhir inkonklusif. Khosrau melancarkan serangan lainnya di Mesopotamia pada 542 M ketika dia berupaya menaklukkan Sergiopolis.[91][92] Dia mundur dengan cepat ketika menghadapi pasukan Romawi di bawah Belisarius, menjarah dan merusak kota Callinicum dalam perjalannya.[93][94] Serangan terhadap sejumlah kota Romawi berhasil dipukul mundur, dan pasukan Persia dikalahkan di Dara.[95][96] Pada 543 M, Romawi melancarkan serangan ke Dvin namun dikalahkan oleh sejumlah kecil pasukan Persia di Anglon. Khosrau mengepung Edessa pada 544 M namun gagal dan akhirnya disuap oleh pasukan bertahan.[97] Setelah penarikan mundur pasukan Persia, utusan dari Romawi datang ke Ktesiphon untuk melakukan perundingan.[98][99][100] Perjanjian damai selama lima disepakati pada 545 M, dan dijamin dengan pembayaran Romawi kepada Persia.[98][101]

Pada awal 548 M, raja Gubazes dari Lazika mendapati bahwa negerinya ditindas oleh Persia. Dia pun meminta kaisar Justinianus untuk mengembalikan protektorat Romawi di sana. Justinianus mengambil kesempatan itu, dan pada 548–549 M pasukan gabungan Romawi dan Lazika berhasil meraih serangkaian kemenangan atas pasukan Persia, meskipun mereka gagal merebut garnisun kunci di Petra. Kota tersebut pada akhirnya diduduki pada 551 M, tetapi pada tahun yang sama, serangan Persia di bawah Mihr-Mihroe berhasil menduduki Lazika timur.[102] Gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya pada 545 SM kembali diperbaharui di dekat Lazika untuk lima tahun berikutnya dengan ketentuan bahwa Romawi harus memabayr 2,000 pon emas tiap tahun.[103] Di Lazika perang berlangsung inkonklusif selama beberapa tahun, dan kedua pihak tidak mampu memperoleh kesuksesan yang berarti.[104] Khosrau, yang kini harus berurusan dengan Suku Hun Putih, memperbaharui gencatan senjata pada 557 SM, kali ini tanpa meliputi Lazika; negosiasi berlangsung untuk perjanjian damai tanpa batasan yang jelas.[99][105] Pada akhirnya, pada 561 M, utusan Justinianus dan Khosrau menyepakati perdamaian selama lima puluh tahun. Persia sepakat untuk mengevakuasi Lazika sedangkan Romawi diharuskan membayar 30,000 nomismata (solidi) tiap tahun.[106] Kedua pihak juga sepakat untuk tidak membangun perbentengan baru di dekat perbatasan dan melonggarkan pembatasan dalam hal diplomasi dan perdagangan.[107]

Perang kembali pecah ketika Armenia dan Iberia memberontak terhadap pemerintahan Sassaniyah pada 571 M, menyusul bentrokan yang melibatkan proksi Romawi dan Persia di gurun Yaman dan Suriah, dan perundinagn Romawi untuk bersekutu dengan Suku Turk melawan Persia.[108] Justinus II menjadikan Armenia di bawah perlindungannya, sementara pasukan Romawi di bawah keponakan Justinus, Marcianus menggempur Arzanene dan menginvasi Mespotamia Persia, mereka mengalahkan pasukan lokal di sana.[109] Pemberhentian Marciaus yang mendadak serta kedatangan pasukan Persia di bawah Khosrau berujung pada penggempuran Suriah oleh Persia, serta gagalnya kepungan Romawi di Nisibis dan jatuhnya Dara ke tangan Persia.[110] Romawi bersedia membayar 45,000 solidi dan gencatan senjata selama satu tahun akhirnya disepakati di Mesopotamia (kemudian diperpanjang sampai lima tahun).[111][112] Akan tetapi di Kaukasus dan di perbatasan gurun lainnya peperangan terus berlanjut.[113][114] Pada 575 M, Khosrau I berupaya untuk menggabungkan agresi di Armenia dengan diskusi terkait perdamaian permanen. Dia menginvasi Anatolia dan menjarah Sebasteia, tetapi setelah bentrokan di dekat Melitene, pasukan Persia menderita kerugian yang besar ketika berusaha mundur menyeberangi Efrat di bawah serangan Romawi.[115][116]

Romawi memanfaatkan kekacauan Persia, dan jenderal Justinianus menginvasi wilayah Persia dan menyerang Atropatene.[115] Khosrau awalnya meminta berdamai, tetapi mengabaikan inisiatif ini setelah Tamkhusro meraih kemenangan di Armenia, di sana tindakan Romawi tidak mendapat dukungan dari penduduk lokal.[117][118] Pada musim semi 578 M perang di Mesopotamia berlanjut dengan serangan Persia terhadap wilayah Romawi. Jenderal Romawi Mauricius membalas dengan menyerang Mesopotamia Persia, merebut benteng Aphumon, dan menjarah Singara. Khosrau sekali lagi meminta perundingan damai namun dia keburu meninggal pada 579 M dan penerusnya Hormizd IV lebih suka melajutkan peperangan.[119][120]

Selama tahun 580-an M, perang berlanjut inkonklusif dengan kemenangan di kedua pihak. Pada 582 M, Mauricius memenangkan pertempuran di Konstantia atas Adarmahan dan Tamkhusro, yang terbunuh, tetapi jenderal Romawi itu tidak menindaklanjuti kemenangannya; dia harus cepat-cepat pergi ke Konstantinopel untuk mengejar ambisi menjadi penguasa Romawi.[120][121][122] Kemenangan Romawi lainnya dalam Pertempuran Solakhon pada 586 M juga tidak berhasil memecah kebuntuan.[123]

Persia merebut Martyropolis melalui pengkhianatan pada 589 M, tetapi tahun tersebut kebuntuan hancur ketika jenderal Persia Bahram Chobin, setelah dipecat dan dan dihina oleh Hormizd IV, bangkit memimpin pemberontakan. Hormizd digulingkan dalam sebuah kudeta di istana pada 590 M dan digantikan oleh putranya Khosrau II, tetapi Bahram tetap saja meneruskan pemberontakannya dan mengalahkan Khosrau, yang terpaksa harus menyelamatkan diri ke wilayah Romawi, sementara Bahram merebut takhta dengan gelar Bahram VI. Dengan dukungan dari Mauricius, Khosrau memimpin pemberontakan melawan Bahram, dan pada 591 M, pasukan gabungan Romawi dan Khosrau berhasil mengalahkan Bahram dan dengan demikian Khosrau dapat kembali bertakhta. Sebagai imbalan karena telah membantunya, Khosrau tidak hanya mengembalikan Dara dan Martyrooplis, tetapi dia juga menyerahkan paruh barat Iberia dan lebih dari setengah Armenia Persia kepada Romawi.[124][125][126]

Pada 602 M pasukan Romawi yang sedang melakukan kampanye militer di Balkan memberontak di bawah pimpinan Phocas, yang kemudian berhasil merebut takhta dan membunuh Mauricius beserta keluarganya. Khosrau II memanfaatkan pembunuhan itu sebagai pembenaran untuk dapat kembali menyerang Romawi.[127] Pada awal perang, Persia menikmati kesuksesan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka dibantu oleh siasat Khosrau yang menggunakan seseorang yang berpura-pura sebagai putra Mauricius, juga oleh pemberontakan terhadap Phocas yang dipimpin oleh seorang jenderal Romawi, Narses.[128][129] Pada 603 M Khosrau mengalahkan dan membunuh jenderal Romawi, Germanus, di Mesopotamia dan kemudian mengepung Dara. Meskipun pasukan bantuan Romawi datang dari Eropa, Khosrau kembali memperoleh kemenangan lainnya pada 604 M, sementara Dara takluk setelah dikepung selama sembilan bulan. Selama tahun-tahun berikutnya, satu demi satu kota-kota benteng di Mesopotamia takluk setelah dikepung oleh Persia.[130][131] Pada saat yang sama, Persia juga meraih kemenangan di Armenia dan secara sistematis menguasai garnisun Romawi di Kaukasus.[132]

Phocas digulingkan pada 610 M oleh Heraclius, yang berlayar ke Konstantinopel dari Karthago.[133] Pada saat yang sama Persia telah menyelesaikan penaklukan mereka di Mesopotamia dan Kaukasus, dan pada 611 M mereka menyerbu Suriah dan memasuki Anatolia, serta menduduki Caesarea.[134] Setelah mengusir Persia dari Anatolia pada 612 M, Heraclis melancarkan serangan balasan ke Suriah pada 613 M. Dia secara telak dikalahkan di dekat Antiokhia oleh Shahrbaraz dan Shahin dan dengan demikian posisi Romawi pun semakin rawan.[135] Selama beberapa dekade berikutnya, Persia berhasil menaklukkan Palestina dan Mesir,[136] serta meluluhlantakkan Anatolia.[137] Sementara itu, suku Avar dan bangsa Slav mengambil keuntungan dari situasi ini untuk menyerbu Balkan, yang pada gilirannya ikut menambah kehancuran pada Kekaisaran Romawi.[138]

Selama masa tersebut, Heraclius berusaha membangun kembali pasukan Romawi. Dia memotong pengeluaran nonmiliter yang tidak penting, mendevaluasi mata uang dan melebur lempeng gereja, dengan dukungan Patriark Sergius, untuk memperoleh dana yang dibutuhkan untuk melanjutkan peperangan.[139] Pada 622 M, Heraclius berangkat dari Konstantinopel, memercayakan kota kepada Sergius dan jenderal Bonus sebagai wali anaknya. Dia menghimpun pasukannya di Asia Kecil dan, setelah melakukan latihan untuk meningkatkan moral mereka, dia melancarkan serangan balasan, yang mengambil ciri perang suci.[140][141] Di Kaukasus dia mengalahkan pasukan Arab sekutu Persia, dan kemudian meraih kemenangan atas Persia di bawah Shahrbaraz.[142][143] Menyusul masa tenang pada 623 M, ketika Heraclius merundingkan kesepakatan damai dengan suku Avar, dia melanjutkan kampanyenya di Timur pada 624 M dan mengusir pasukan pimpinan Khosrau di Ganzak, Atropatene.[144][145] Pada 625 M, dia mengalahkan jenderal Shahrbaraz, Shahin dan Shahraplakan di Armenia, dan dalam sebuah serangan kejutan pada musim dingin pada tahun yang sama dia menggempur markas Shahrbaraz dan menyerang pasukannya dalam bilet musim dingin mereka.[146][147] Didukung oleh pasukan Persia pimpinan Shahrbaraz, suku Avar dan Slav mencoba mengepung Konstantinopel pada 626 namun gagal,[148][149] sementara pasukan Persia kedua di bawah Shahin kembali menderita kekalahan di tangan saudara Heraclius, Theodore.[150][151]

Sementara itu, Heraclius membentuk persekutuan dengan suku Turk, yang mengambil keuntungan ketika kekuatan Persia melemah. Suku Turk memorak-perandakan wilayah Persia di Kaukasus.[152] Pada akhir 627 M, Heraclius melancarkan serangan musim dingin ke Mesopotamia, di sana, meskipun kontingen Turk tidak mau ikut menyerang, Heraclius tetap dapat mengalahkan Persia dalam Pertempuran Nineweh. Dia terus bergerak ke selatan di sepanjang Tigris dan menjarah istana agung Khosrau di Dastagird. Dia sebenarnya hendak menyerang Ktesiphon juga namun gagal karena jembatan di Kanal Nahrawan dihancurkan. Karena terus mengalami kekalahan, Khosrau digulingkan dan dibunuh dalam sebuah kudeta oleh putranya sendiri Kavadh II, yang langsung saja meminta perdamaian. Supaya dapat berdamai, Kavadh bersedia menarik pasukan Persia dari semua wilayah yang sebelumnya mereka rebut.[153][154] Heraclius mengembalikan Salib Suci ke Yerusalem dengan perayaan yang megah pada 629.[155][156][157]

Dampak yang menghancurkan dari perang terakhir ini, menambah efek kumulatif dari konflik seabad yang hampir tanpa henti, membuat kedua kekaisaran menjadi sangat lemah. Ketika Kavadh II meninggal hanya beberapa bulan setelah naik takhta, Persia dilanda kekacauan dinasti dan perang saudara selama beberapa tahun. Sassaniyah menjadi makin lemah dengan adanya penurunan dalam bidang ekonomi, pajak yang berat untuk membiayai kampanye Khosrau II, kerusuhan agama, dan meningkatnya kekuasaan tuan tanah provinsi.[158] Kekaisaran Romawi juga sangat terpengaruh, dengan cadangan keuangannya terkuras oleh perang, dan Balkan kini sebagian besar dikuasai oleh bangsa Slav.[159] Selain itu, Anatolia juga porak-poranda akibat invasi berulang oleh Persia; kekuasaan Romawi di wilayah yang baru saja diperolehnya di Kaukasus, Suriah, Mesopotamia, Palestina, dan Mesir mulai goyah akibat pendudukan Persia selama bertahun-tahun.[160]

Kedua pihak tidak memiliki kesempatan untuk memulihkan diri, karena hanya beberapa tahun kemudian mereka diserbu oleh oleh orang Arab, yang telah disatukan oleh Islam. Menurut Howard-Johnston, serbuan orang Arab itu "hanya dapat disamakan dengan tsunami manusia".[161][162] Menurut George Liska, "Konflik panjang yang tidak perlu antara Bizantium dan Persia telah memberi jalan bagi Islam".[163] Kekaisaran Sassaniyah dengan cepat menyerah terhadap serangan ini dan pada akhirnya benar-benar ditaklukan oleh Kekhalifahan Islam pertama pada masa pemerintahan khalifah Umar (m. 634–644). Selama Perang Bizantium–Arab, wilayah provinsi timur dan selatan Kekaisaran Romawi, yang sudah lemah, yang baru saja diperoleh kembali oleh Romawi, yaitu Suriah, Armenia, Mesir dan Afrika Utara, pada akhirnya lepas kembali, mengurangi wilayah Romawi menjadi tinggal sebagian Anatolia serta daerah-daerah dan pulau-pulau yang terpencar-pencar di Balkan dan Italia.[164] Wilayah Romawi yang tersisa itu juga terus-menerus diserang, menandai peralihan dari peradaban perkotaan klasik ke bentuk masyarakat abad pertengahan yang lebih bersifat pedesaan. Akan tetapi, tidak seperti Persia, Kekaisaran Romawi (dalam bentuk Kekaisaran Bizantium) berhasil bertahan dari gelombang serangan Arab. Romawi bertahan di sisa-sisa wilayahnya dan dua kali secara telak berhasil memukul mundur pengepungan Arab atas ibu kotanya, yaitu pada 674–678 M dan 717–718 M.[165][166] Kekaisaran Romawi juga kehilangan wilayahnya di Kreta dan Italia selatan akibat direbut oleh Arab dalam konflik berikutnya, meskipun wilayah-wilayah tersebut berhasil diambil kembali oleh Romawi.

Tafsir Ringkas Kemenag

Ayat ini berisi prediksi Al-Qur’an terhadap kejadian yang akan datang.

Bangsa Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel pada awalnya telah dikalahkan oleh Bangsa Persia pemeluk Majusi.

Berita Bangsa Romawi Dikalahkan oleh Bangsa Persia, Negeri yang Dekat dengan Kota Mekah, Tafsir Surat Ar Rum Ayat 2 (Sumber: freepik/frimufilms)

Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria.

Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Halaman Selanjutnya :

Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi.

Makanan kucing anggora sangat bergantung pada usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitasnya. Anggora termasuk jenis kucing yang tidak rewel soal makanan. Makan berlebihan dapat menyebabkan obesitas. Jadi penting untuk menjaga pola makan yang sehat dan seimbang.

Sementara yang menjadi perbedaan kucing anggora dan persia adalah kucing persia cenderung pilih-pilih pemakan, tetapi mereka akan makan dengan baik begitu menemukan makanan yang pas. Makanan persia harus tinggi protein dan serat serta rendah lemak.

Meskipun sebagian besar sehat, kucing ras dapat rentan terhadap masalah genetik tertentu. Dibanding persia, anggora cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Beberapa masalah kesehatan lain yang biasa dialami anggora seperti Ataksia atau gangguan neuromuskuler yang fatal yang memengaruhi anak kucing berusia dua hingga empat minggu.

Sementara daya tahan tubuh kucing persia tidak sekuat anggora. Banyak dari masalah ini secara langsung berkaitan dengan struktur wajah kucing persia. Meskipun mereka juga mungkin hadir dengan masalah kesehatan genetik yang tidak terkait dengan ciri fisik mereka.

Baik Angora dan Persia rentan mengalami insiden yang lebih tinggi dari kondisi jantung yang dikenal sebagai kardiomiopati hipertrofik. Kondisi ini menyebabkan penebalan otot jantung.

%PDF-1.5 %âãÏÓ 1 0 obj << /Type /Catalog /Pages 2 0 R >> endobj 2 0 obj << /Type /Pages /Kids [ 3 0 R 7 0 R 15 0 R 20 0 R 27 0 R 34 0 R 40 0 R 47 0 R 53 0 R 59 0 R 64 0 R 70 0 R 76 0 R 83 0 R 88 0 R 95 0 R 97 0 R 101 0 R 104 0 R 106 0 R 108 0 R ] /Count 21 >> endobj 3 0 obj << /Type /Page /Parent 2 0 R /Resources << /ProcSet [ /PDF /Text ] /Font << /F1 111 0 R /F2 114 0 R /F3 117 0 R /F4 120 0 R /F5 123 0 R /F6 126 0 R /F7 132 0 R >> >> /MediaBox [0 0 595 842] /Contents 4 0 R /Annots [ 5 0 R 6 0 R ] >> endobj 4 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 4180 >> stream x^ÍÛrÛÆõ]_ÁGbÆD÷`O†S9’S'Më8òtÒºÓMY´e�²$ÆãüE^ú½ÝsÎ^ мÌLD�‹Å¹í¹ï‚Ž~:úp$s1î®UcòJ3+”È›¢¨g¯¯îMò×Ón-ìþáèÉÙÑŸžÊ™´“tÓÌÎÞ öèÍ…ýÚ4MÝVJ•³R增�]ýk^eÕ\fÿž�}tz†¬}X¥ó¢w–³ir]Ít�WÅ^�jfùƒ'íÔ²š-óRÄç™óS+�¿erþ]¶Póc{ñÂþ½´��T¤u"Aº�1ýœ-Šù³¬FÔ�ì°°8áóÌÒõÒ‘óƒ%Eá,>ãÄÞ�§€úYÖÌŸ Ð_ì·fªr·²FPð0€ûÑŽT©l麲jĹò´ü5#Ä ÐÄüÂMò“‰àÈBMªlr53ÒäµS˜>x ÑC¨+v?,Â/Ž²C¬½®¬�êE#õˆÖ€”±dD‘Ëê 0USƒ†Vu�k·–G¥yŸi3?ÇeÜd²™?Þ#’)È´²² ÀÑ%ŠYU:7Õ¬2*WN̤|;XÔ |´W™Tsüh×0õ ßk]º¬óºGÅ_Å€²–y#AV9úŽ«§Ûøl-ÝXà†ÖÞÚ;¯3íî·&¿&Û®M$¢‘Tœ¨—h\c­Ì[ü‹lÑXQŸ[*:yŠ¤Ý! Ní{‚‰Àƪí.ÒÈ+ ‘×5'/•_Y¢zÀEˆ§‰m°T=€‹T€&Wu"³EµFù>-'©Ã"�¸ñ&NûϦÅÿëV•KÿʳÙns| Ti{•Fa!ª¼O`¢ÑOXi{w¿','À¤„£²ë-�g:¶²Z�¡Þ’Å%¡�6bš>ï]š0¤Õù¢ôñ(@�7ꡋܨÈD3’6uµËF‚�âúgÐE«™ª6“ó-êkð0| Î$º;7º}ƒ9‘û†þV o�KÔV}?B*d}âBJ?ù‚,£$ëD¾´*ó>[.˜0R���Õ 3Þ]»k°´®õ¦¬å%SXÏbS NMîóÅ %/VÔé ÒsK©Q_Ø6ÓÔâPËnl æêó™ïÂjOäÈ�šb,Oæ±AaºÕÂÛD»S >.6”¯“uw/Ï€~ y©o;ðµ÷ˆ¿ú‹HÚo �;ÿÕÂɦÈD�Wõ@&1¯×Ä*ðp ¯Ó°Â€ËécC¾(ôâǧ(IR_FÈz‡ÉD ðOÊ�D—×ÊÞ�*ZŽÒÓ@ŽºHš†Ï "Žï&"æ°âŽ¼¹¥~ç58 åë/i•Â¬Ÿ#ÜâR|L„«±àp�ò_ÑTàꆞåÀüʽjB FS®‘PL]ñê¡<³3}ãýuæSWzºÛÞEPè\V"ç×m‡è�†C*f)B3cåìÈèZÚÕÀMÜ1C2<>Ù/×[>OºB�yïŽÉLãDY•Çj‹óÒ¥­Ëû@a!FYB.ºu�S c°C­42ýíé™ýN" ~:ÞHõ‘e5\rL@¢%#�LÂæLW¡†GeA,÷¤¿4¼µÊ+\9†yê¯`àÍ0¾JÌT’p+]yŽy?³¢"ï0o»^„‚’qhv#$Q¯uQ¡d&®³.!-ç A“vCâIã1ãÅxO—¤{CÖcp–#‹D¹/IÕú˜Dò½š*],¤ÿÚ²âµÏÝíº­vÞC«^~†3o\~©Áf±T-îeW·q€œÇkgé],Âî¼×ìQJl‡É¡*YrÇ• f²ÂŠï 6-Rû6·¹7—Ú&b3„¸n×yÖx.ŽáW®wá÷œt¤J¢†<±�èP¤†©â>¢úþ¤oƒÞµ®˜‘%&šÊRV÷(ã6ú”Ì+~rëmÚ¦ iصM÷›¾¨OKlirˆX¹c\¼tõVÝäUA¬†$¥\Û�ÏKÃg*ÀÄúlÔ/Ãð;×&2vr‘¶—%ô´P2G“D·3£¢‰m´‡×­Ö“1Ö®‰–fô00ž„@"?ˆ0<š¶ÃäóbÞ'µ=ç “‚í�Ñ�Mbªê“&Ë¢, xã²LìÂemÃ=ÈÍÄ­ÐOíŒéB-Bû„Kžm¼MÃW¡àø0^F�‹Qc´/x7‡Íc* ÙC0š�`Èw·ûZ¡Ç´“õŽbW)íBSè"âŽÁ‚K,$CªÂnÎ¥ Ð-X…½úØ…qmijC¦}Â\èaè{|D­­kà fInbÌoàÛ³û=R¤àu„<Õ�À3+oØ-¶ô�žp×qƒ!Ühˆ%Àå'DÄ¥íϘ3v‘sÆD"BZLŽ¤RŠXЕÔÖöj—™/[QÙ·<Žöº Þ–œHKÖ} ,ÚßìµÍèºõp œºA�»½Ü-_¦‘fÎ�¦·™$I î4pIH ·`5ý¡Úª²ÀmPžâÒý¦*/ÛУ¤!n0]爗lãà±Cß^ºUÞ%ÆZe!$.®*..zžºÂÍ“/[åÂL;ËTØë3½…)‰ 0á În_´î£½Žb=’žO9´áU�!Ù_œ"c �‘º1Q!¤u}yL e¾ÞH¢AI=”S?OIƒ^TC™­É£œø@Þ«€Ó�5PÃr\�²ä. œ4êí’·Òd5 ™èµÂã#÷Ö=Ë Z!©µn§Ô¾ ùS6ÿý1I8�w@xUö‚ž§”«mq$Y˜QJØææ;(µðhW‹'¾ðì×{è‚âUÛÑ©¯4?h ŸË±Ž ¬&

Wih, bulunya panjang. Kucingnya Anggora, ya, Kak?

Bagi orang awam, membedakan ras kucing bisa jadi hal yang cukup sulit. Selama bulunya panjang, pasti dibilang Persia. Lalu, begitu lihat kucing putih, biasanya disebut Anggora. Padahal, perbedaan kucing Anggora dan Persia gak sesederhana itu, lho!

Selain bentuk fisik, kebiasaan hingga perawatannya pun berbeda. Kalau kamu tertarik atau sedang memelihara keduanya, mengetahui karakteristik masing-masing hewan akan membantu memberikan treatment yang tepat.

Namun bangsa Romawi akhirnya dikalahkan oleh bangsa Persia.

Hal itu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 2.

Artinya: Bangsa Romawi telah dikalahkan,

Perang Romawi–Parthia

Bentuk mata dan telinga

Kucing anggora pada umumnya memiliki mata berbentuk lonjong dan miring ke atas (almond eyes). Sementara itu, kucing persia memiliki bentuk mata yang lebih bulat.

Menurut panduan perawatan kucing persia dari Humane Society of Chittenden County, mata kucing persia cenderung mudah berair sehingga harus lebih sering dibersihkan.

Selain mata, bentuk telinga kucing anggora dan persia juga beda. Kucing anggora memiliki telinga yang lebih besar atau tinggi, tetapi telinga keduanya sama-sama ditumbuhi bulu.

Selain dari ketebalan bulunya, wajah kucing anggora dan persia juga bisa dibedakan dari bentuk hidungnya.

Persian merupakan salah satu ras kucing dengan hidung terpendek atau datar, berbeda dengan kucing anggora yang lebih mancung.

Salah satu jenis kucing persia, yaitu flat face Persian, bahkan memiliki hidung yang hampir sejajar dengan matanya.

Meski menggemaskan, bentuk hidung tersebut membuat kucing Persia lebih berisiko terkena berbagai gangguan kesehatan, seperti kesulitan bernapas, penyakit gigi, hingga distosia (kesulitan melahirkan).

Meski memiliki perbedaan yang mencolok, salah satu jenis kucing anggora yang berasal dari Turki dinilai cukup mirip dengan kucing persia karena bulunya yang lebih lebat dari jenis lainnya.

Perang Bizantium–Sassaniyah

Perang pecah ketika raja Persia Kavadh I berusaha memperoleh dukungan keuangan secara paksa dari Kaisar Romawi Bizantium, Anastasius I.[64][65][66] Pada 502 M, dia dengan cepat menaklukkan kota Theodosiopolis yang tidak siap diserang[67][68] dan kemudian mengepung Amida. Pengepungan kota-benteng itu terbukti jauh lebih sulit daripada yang Kavadh perkirakan; pasukan bertahan berhasil menahan serangan Persia selama tiga bulan sebelum akhirnya dikalahkan.[69][70] Pada 503 M, Romawi berupaya merebut kembali Amida namun gagal. Sementara itu Kavadh menginvasi Osroene, dan kemudian mengepung Edessa yang berujung kegagalan.[71] Akhirnya pada 504 M, Romawi merebut Amida melalui investasi militer. Pada tahun tersebut, gencatan senjata tercapai sebagai akibat dari invasi Armenia oleh suku Hun dari Kaukasus. Meskipun kedua pihak bernegosiasi, baru pada bulan November 506 M perjanjian tersebut disetujui.[72][73] Pada 505 M, Anastasius memerintahkan pembangunan kota berbenteng besar di Dara. Pada saat yang sama, perbentengan yang rusak juga diperbaharui di Edessa, Batnae dan Amida.[74][75] Meskipun tidak ada lagi konflik berskala besar yang terjadi selama sisa masa pemerintahan Anastasius, tetapi ketegangan terus berlanjut, khususnya ketika pembangunan berlangsung di Dara. Ini karena pembangunan perbentengan baru di zona perbatasan oleh kedua kekaisaran sebenarnya telah dilarang melalui perjanjian yang telah disepakati beberapa dekade sebelumya. Akan tetapi Anastasius terus melanjutkan proyek ini meskipun Persia merasa keberatan. Tembok pertahanannya sendiri selesai dibangun pada 507–508 M.[73][76]

Pada 524–525 M, Kavadh mengusulkan pada Justinus I untuk mengadopsi putranya, Khosrau, tetapi perundingan mereka berakhir dengan kegagalan.[77][78][79] Ketegangan antara kedua pihak berujung kepada konflik ketika Iberia Kaukasus di bawah Gourgen membelot dan berpihak kepada Romawi pada 524–525 M.[80] Pertempuran terbuka Romawi–Persia pecah di daerah Transkaukasus dan Mesopotamia hulu pada 526–527 M.[81] Pada tahun-tahun awal dalam perang tersebut, Persia lebih unggul: pada 527 M, pemberontakan Iberia berhasil dipadamkan, serangan Romawi ke Nisibis dan Thebetha pada tahun tersebut juga berhasil dipukul mundur, selain itu pasukan Romawi yang dikerahkan untuk melindungi Thannuris dan Melabasa juga berhasil dihalau oleh Persia.[82][83] Berupaya memperbaiki kekurangan yang telah dimanfaatkan oleh Persia, kaisar Romawi yang baru, Justinianus I, mengatur ulang pasukan Romawi.[84]

Pada 530 M, sebuah serangan besar Persia di Mesopotamia dikalahkan oleh pasukan Romawi di bawah Belisarius pada Pertempuran Dara, sedangkan serangan kedua Persia ke Kaukasus dikalahkan oleh Sittas di Satala. Belisarius dikalahkan oleh pasukan Persia dan Lakhmid dalam Pertempuran Callinicum pada 531 M. Pada tahun yang sama Romawi merebut beberapa benteng di Armenia, sementara Persia menaklukkan dua benteng di Lazika timur.[85] Tidak lama setelah kegagalan di Callinicum, Romawi dan Persia berunding tanpa hasil.[86] Kedua pihak kembali berunding pada musim semi 532 M dan akhirnya menyepakati Perdamaian Abadi pada bulan September 532 M, yang hanya bertahan kurang dari delapan tahun. Kedua pihak setuju untuk mengembalkan semua wilayah yang mereka rebut, dan Romawi bersedia membayar sejumlah 110 centenaria (11,000 pon emas). Iberia tetap berada di tangan Persia, dan orang-orang Iberia yang telah meninggalkan negeri mereka diberi pilihan untuk tetap tinggal di wilayah Romawi atau kembali ke tempat asal mereka.[87][88]

Kekaisaran Romawi (Bizantium)

Wilayah yang direbut oleh Justinianus

Kekaisaran Sassaniyah

Negara vasal Sassaniyah

Republik Romawi vs. Parthia

Hubungan Parthia dengan Barat dimulai pada masa Mithridates I dan dilakukan kembali oleh Mithridates II, yang melakukan negosiasi dengan Lucius Cornelius Sulla mengenai kemungkinan persekutuan Romawi–Parthia (sek. 105 SM) meski akhirnya gagal.[4][5] Ketika Lucullus menginvasi Armenia Selatan dan memimpin sebuah serangan terhadap Tigranes pada 69 SM, dia menghubungi Phraates III guna memintanya supaya tidak ikut campur. Meskipun Parthia bersikap netral, Lucullus sempat mempertimbangkan untuk menyerang mereka.[6] Pada 66–65 SM, Pompeius mencapai kesepakatan dengan Phraates, dan pasukan Romawi–Parthia menginvasi Armenia, tetapi kemudian muncul percekcokan di perbatasan Efrat. Akhirnya, Phraates menegaskan kekuasaannya atas Mesopotamia, kecuali untuk distrik barat Osroene, yang menjadi tanah jajahan Romawi.[7]

Jenderal Romawi Marcus Licinius Crassus memimpin sebuah invasi ke Mesopotamia pada 53 SM yang berakhir dengan bencana; dia dan putranya Publius dibunuh pada Pertempuran Carrhae oleh pasukan Parthia di bawah Jenderal Surena; ini adalah kekalahan pertama Romawi sejak Pertempuran Cannae.[8] Parthia menggempur Suriah setahun kemudian, dan melakukan invasi besar pada 51 SM, tetapi pasukan mereka disergap di dekat Antigonea oleh Romawi, dan mereka pun dipukul mundur.[9]

Lua error in Modul:Navbar at line 58: Judul tidak sah Perang Romawi–Persia. Parthia tetap bersikap netral selama perang saudara Caesar, yang berlangsung antara pasukan pendukung Julius Caesar dan pasukan pendukung Pompeius dan faksi tradisional di Senat Romawi. Akan tetapi, Parthia tetap menjaga hubungan baik dengan Pompeius, dan setelah kekalahan serta kematian Pompeius, pasukan Parthia di bawah Pacorus I menolong jenderal Pompeius, Q. Caecilius Bassus, yang sedang dikepung di Lembah Apamea oleh pasukan Caesar. Setelah memenangkan perang saudara, Julius Caesar mempersiapkan kampanye melawan Parthia, tetapi dia keburu meninggal akibat dibunuh sehingga rencananya tidak jadi dilaksanakan. Parthia mendukung Brutus dan Cassius selama perang saudara Liberator dan mengirim satu kontingen untuk bertempur dalam Pertempuran Philippi pada 42 SM.[10] Setelah kekalahan para Liberator, Parthia menginvasi wilayah Romawi pada 40 SM bekerja sama dengan Quintus Labienus, orang Romawi mantan pendukung Brutus dan Cassius. Mereka dengan cepat menguasai provinsi Romawi Suriah dan bergerak menuju Yudea, mengalahkan klien Romawi Hyrcanus II dan menempatkan keponakannya Antigonus. Untuk sesaat, seluruh bagian timur Romawi tampaknya telah diambil oleh Parthia atau akan jatuh ke tangan mereka. Namun, hasil dari perang saudara Romawi dengan segera memulihkan kekuatan Romawi di Asia.[11] Markus Antonius mengirim Ventidius untuk menghadang Labienus, yang telah menginvasi Anatolia. Labienus dengan cepat dipukul mundur ke Suriah oleh pasukan Romawi, dan, meskipun dibantu oleh Parthia, dia dikalahkan, ditawan, dan dibunuh. Setelah kembali mengalami kekalahan di dekat Gerbang Suriah, Parthia menarik pasukannya dari Suriah. Mereka kembali pada 38 SM namun secara telak dikalahkan oleh Ventidius, dan Pacorus terbunuh. Di Yudaea, Antigonus digulingkan dengan bantuan Romawi oleh Herod pada 37 SM.[12][13][14] Setelah Romawi kembali menguasai Suriah dan Yudea, Markus Antonius memimpin pasukan besar menuju Atropatene (Azerbaijan modern), tetapi kereta kepung dan pasukan pengiringnya diisolir dan disapu habis, sementara sekutu Armenianya meninggalkannya. Gagal memperoleh perkembangan berarti melawan posisi Parthia, Romawi akhirnya mundur dengan kerugian yang besar. Antonius kembali ke Armenia pada 33 SM untuk bergabung dengan raja Media melawan Octavianus dan Parthia. Dia pada akhirnya terpaksa harus mundur dan keseluruhan wilayah itu dikuasai oleh Parthia.[15]